Minggu, 20 November 2011

hidup=pilihan


            “Perpisahan”, memang selalu terdengar ironis. Andaikan hal itu bisa dielak, maka tak akan kubuang waktu untuk melakukannya. Sebab, semua yang terjadi di kehidupan sekarang terkadang sangat sulit untuk ditinggalkan. Manis, menyenangkan, dan indah. Itulah kehidupan saat ini. Tatakala kita tak kuasa menahan bumi untuk tidak berotasi, semuanya tiba-tiba mengerikan. Takut, suram, dan tak terkecuali ragu. Masa depan? Apa dan bagaimana seharusnya aku menyikapinya? Tak ada waktu untuk mendaga. Tinggal menunggu saatnya tiba, aku akan dibawa bumi berpetualang ke kehidupan berikutnya.
            Hingga saat ini, aku masih bingung kuliah apa. Meski aku adalah tipe manusia yang punya banyak planing, tapi berkaca dari keadaan yang terjadi sekarang, kurasa planning itu tak bisa kucapai. Sejujurnya, aku ingin kuliah Sastra Inggris, atau Antropologi. Namun, jurusan tersebut tak tersedia di banua ini. Kalaupun ada, akreditasi dan perangkat2nya belum terlalu dapat dipercaya.
            Kalau dipikir2, tak mustahil untuk bisa masuk di salah satu jurusan itu. Dengan syarat aku bisa kuliah di luar Kalsel, seperti di jakarta atau di jogja. Namun karena keadaanku tidak mendukung, akhirnya dengan berat impian itu kusimpan rapat2. Sebagai satu-satunya anak perempuan, yang punya 4 orang kakak laki2 yang ganteng2, aku memang tak bisa seenaknya memutuskan masa depanku sendiri. Berbagai pertimbangan mencuat saat issue ini kulempar di tengah2 pembicaraan, dan keputusan akhir, aku harus melanjutkan pendidikan di Banjarmasin, agar bisa selalu menemani mama yang kebetulan hanya tinggal berdua dengan ku di rumah. Pasca pernikahan kakakku yang ke3, memang hanya tinggal aku dan mama ku sebagai penguni rumah. Kakak2 ku yang lain berada jauh di tanah seberang untuk menuntut ilmu. Maka dengan keadaan yang seperti ini, aku tak bisa memberikan perlawanan apa2. Meskipun jauh di lubuk hatiku, tak ingin kuliah di Banjarmasin.
            Mamaku mengusulkan agar aku kuliah di IAIN dan mengambil fakultas Ushuluddin dengan jurusan Perbandingan Agama. Hahaaa,,, yaah itu tawaran yang unik untuk makhluk sepertiku yang hobbynya jingkrak2 nggak karuan, suka bergaul dengan siapa saja, dan cinta dengan sastra yang pada dasarnya tak mengizinkan diri untuk membatasi diri dan ekspresi. Tak terbayang rasanya bagaimana nanti hari2ku andaikan aku benar2 melanjutkan ke IAIN, dengan pakaian yang sangat feminim, tubuh berbalut rok kemanapun dan dimanapun, dan bersikap jaim pada siapa saja disebabkan kakakku dosen di situ. Wuaahhh mungkiin itu seperti neraka bagiku nanti! Tpiii,, sampai detik ini aku tak punya pilihan lain.
            Aku mengerti, mama sangat ingin agar aku bisa menggantikan abah sebagai penceramah yang baik dan berilmu. Makanya aku melihat harapan besar di nada bicara mama saat mengusulkan aku untuk masuk ke IAIN dengan jejak yang sama dengan abah. Mama bilang, aku ini seorang perempuan, jadi prioritas hidup setelah kuliah itu bukan hanya bekerja. Kalau aku mempelajari agama, maka aku tak akan rugi, karena aku mendapatkan keduanya, dunia maupun akhirat. Dan itu masuk akal memang, tapii gimanaa yaa?? Basicku memang bahasa dan seni, kalau aku masuk perbandingn agama, bagaimana duniaku nanti, semuanya pasti akan berubah, 100% berubah.
            Memang banyak orang yang menyarankanku untuk masuk ke IAIN saja, ada yng nyuruh ngmbil psikologi, filsafat, dll,,,, tapi sejujurnya aku belum siap kalau harus masuk ke sna.
            Dan sampai hari ini aku masih belum menentukan pilihan, andaikan kakak2ku ada, mungkin aku akan mudah untuk berdiskusi dengan mereka, tapi sayang, mereka sibuk masing dengan tantangn yang mereka hadapi. Arkian, aku masih terbelenggu dengan dilema, dan sekarang aku takut untuk melangkah, aku takut berpisah dengan sekolah, aku takuuutt,,, takut mengambil keputusan, meski aku sadar hidup itu adalah pilihan, tapi aku masih takut untuk memilih..
            Entahlah bagaimana jadinya, masa depanku bagaikan di ujung tombak, dilema! Dan aku benci menghadapi semua ini. Hidup itu memang kejam yah,,, semua yang kita pilih ada konsekwensinya,, dan sekarang, aku terjebak dalam pilihan yang sama sekali mengerikan. Ironis!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar