Sabtu, 21 Agustus 2010

Konsumen cerdas realistis juga donk?!

KONSUMEN CERDAS? REALISTIS JUGA DONG!!
Husnul Athiya

Transaksi jual beli adalah aktivitas yang sangat signifikan dalam kehidupan kita, yang dengannya kita dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pada dasarnya jual beli merupakan sebuah simbiosis mutualisme, di mana kedua belah pihak, yakni produsen maupun konsumen diuntungkan. Dewasa ini, banyak penipuan terjadi dalam transaksi jual beli, seperti menjual barang makan murah dan ternyata mengandung bahaya, sehingga sekarang, tidak relevan lagi jika kita mengatakan terjalinnya simbiosis mutualisme antara produsen dan konsumen. Untuk menghindari penipuan itu, kita harus bisa menjadi konsumen yang cerdas.
Pertanyaannya, bagaimana cara untuk menjadi konsumen cerdas itu? Yang jelas, kita harus menjadi konsumen yang teliti dan pandai melihat sisi-sisi penting dari kualitas dan harga barang yang ingin kita beli. Nah, semua itu dapat kita temui dan terapkan pada produk-produk dari Indonesia.
Sebagai konsumen, kita memiliki hak untuk mengetahui informasi tentang barang yang akan kita beli. Sehingga, tak perlu sungkan untuk bertanya atau mengecek sendiri informasi itu. Dalam produk makanan Indonesia, dengan mudah dapat kita temui tanggal kadaluarsa, informasi tentang komposisi apa saja yang ada dalam makanan itu, label produksi, sertifikat halal, ataupun informasi lainnya.
Selain itu, sebagian produk Indonesia lebih aman dari produk-produk impor. Seperti ramuan jamu-jamu yang terdiri dari zat herbal tanpa zat kimia. Jamu-jamu Indonesia sudah lama diproduksi, dan masih mampu bersaing dengan produk lain hingga sekarang. Begitu pula dengan kosmetik, yang pada umumnya menggunakan kadar rendah dan dari bahan-bahan alami, seperti Viva, Sari Ayu, dll. Kopi-kopi asli dari Indonesia, seperti Kopi Luwak, Kapal Api, dll juga masih terjaga eksistensinya. Ini merupakan sebuah prestasi dan bukti konkrit bahwa produk Indonesia bisa bersaing dengan produk luar negeri. Sekarang, mari kita bandingkan dengan produk impor, dulu ada kasus yang cukup menggemparkan media mengenai barang murah dari Cina yang dijual di Indonesia. Barang tersebut berupa kosmetik, makanan, dan peralatan rumah tangga.
Barang-barang itu memang dijual murah, namun dengan standar keamanan yang begitu menyedihkan (sangat berbahaya bagi kesehatan). Misalnya, kosmetik yang dijual bukan buatan produsen, tapi oknum-oknum tertentu yang tidak ahli dan seenaknya mencampurkan bahan kimia, hingga akhirnya merusak kulit. Ironisnya, produk berbahaya ini banyak beredar di Indonesia, dan memakan korban yang cukup banyak pula. Hal ini sangat disayangkan, mengapa? Kita lebih memilih produk luar negeri karena tergiur oleh merek, harga yang relatif lebih murah, dan berbagai alasan lain, namun kita kurang teliti, yang berarti bahwa kita masih belum bisa jadi konsumen yang cerdas.
Dari kasus di atas, memberikan gambaran kepada kita bahwa produk luar negeri tidak sepenuhnya baik. Malahan, berbahaya bagi kesehatan. Di sini, kemampuan kita untuk menjadi konsumen cerdas yang teliti diuji. Jika ada produk Indonesia yang lebih aman, maka kita dapat menjadikan produk itu sebagai pilihan. Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa untuk menjadi konsumen yang cerdas, kita harus memprioritaskan produk dalam negeri dibanding produk impor.
Namun, ada satu teori lagi yang harus kita cermati. Teori ini memang berhubungan dengan konteks yang berbeda dari sebelumnya, yakni tentang kelogisan berpikir dalam memilih barang yang kita butuhkan. Memang, sebagai orang Indonesia, kita harus mencintai dan menghargai produk dalam negeri. Namun, jika kita dihadapkan pada situasi di mana kita harus menentukan sebuah pilihan, apa yang akan kita lakukan?
Kita dihadapkan pada dua buah barang, barang A adalah barang buatan Indonesia, sedangkan yang B adalah barang produksi luar negeri. Kedua barang itu memiliki kualitas dan harga yang sama. Dalam konteks ini, kita sebagai warga Negara Indonesia yang memiliki semangat nasionalisme, tentu akan memilih barang A yang notabennya berasal dari Indonesia. Namun ketika kita dihadapkan pada barang yang sama, dan situasi yang berbeda, yakni kedua barang itu memiliki harga yang berbeda (barang A lebih mahal dari barang B) dengan kualitas yang sama, sebagai konsumen yang cerdas, tentu kita akan memilih barang yang lebih murah dengan kualitas yang sama.
Ada kasus lain yang menurut saya menarik untuk disimak, yang juga berkaitan dengan produk luar negeri vs produk dalam negeri. Kebanyakan masyarakat Indonesia, atau mungkin kita sendiri, mudah tergiur akan merek luar negeri. Pernahkah kita berpikir apa yang menyebabkan kita seperti itu? Apakah dengan memakai barang merek luar negeri akan menaikkan derajat kita sebagai manusia, karena merek luar negeri adalah pakaian orang elit? Apakah kualitas barang merek luar negeri seperti Adidas, Nevada, Filla, Sopie Martin, Cole, dan lain-lain lebih baik dibanding kualitas dengan merek dalam negeri, seperti Dagadu, Bata, Pro att, Ie-Be, produk kulit dari Cibaduyut, dan lain-lain? Atau kita merasa bangga memakai produk dengan merek luar negeri dikarenakan merek itu menggunakan Bahasa Asing?
Tentu kita akrab dengan merek Maspion, merek yang dipakai untuk alat-alat elektronik. Merek itu bukan dari Bahasa Indonesia, melainkan bahasa asing. Tapi, produk Maspion ini merupakan produk Indonesia. Begitu pula dengan merek lampu shinyoko, dari segi kata, jelas shinyoko bukan kata dari bahasa Indonesia, namun produk ini juga diproduksi di Indonesia
Jika kita berpikir merek luar negeri adalah yang terbaik dari yang baik, itu tidak sepenuhnya benar. Saya pernah membeli sepatu sekolah merek dalam negeri. Dua tahun kemudian, saya kembali membeli sepatu dengan merek luar negeri karena sepatu saya yang dulu sudah rusak. Enam bulan kemudian, sepatu merek luar negeri yang saya beli itu ternyata rusak lebih cepat. Jadi, sebenarnya masih banyak produk dalam negeri yang kualitasnya jauh lebih baik dari produk impor.
Fenomena yang terjadi di kehidupan kita yakni, banyak masyarakat yang terlalu menghambakan diri terhadap merek yang pada umumnya adalah merek luar negeri. Padahal menurut saya untuk menjadi konsumen yang cerdas, kita tak perlu memedulikan merek. Yang penting barang yang kita beli itu berkualitas dan harganya terjangkau.
Kembali lagi ke konteks awal. Teori konsumen cerdas=cinta produk berkualitas buatan Indonesia memang benar. Dengan memutuskan untuk menggunakan produk Indonesia sebagai pilihan sudah merupakan bukti bahwa rasa nasionalisme bangsa sudah ada dalam diri kita. Namun, apakah hanya dengan membeli barang dalam negeri tanpa melihat kualitas dan seluruh aspek lainnya, kita bisa dikatakan konsumen cerdas?
Menurut teori awal, Konsumen cerdas berarti konsumen yang teliti. Ketelitian dalam memilih barang hanya dapat kita lakukan dengan melibatkan kecerdasan yang ada pada diri kita. Maka, dengan menggunakan teori yang ke-dua, bahwa konsumen yang cerdas adalah konsumen yang pandai melihat sisi-sisi penting dari kualitas dan harga barang yang ingin kita beli, maka kita akan menjadi konsumen yang cerdas dan realistis.
Tak bisa dipungkiri, ada produk-produk dalam negeri yang memang menempati posisi kedua dari produk luar negeri. Seperti barang-barang elektronik produksi Indonesia memang agak tertinggal dari barang-barang elektronik Jepang maupun Cina. Pada umumnya barang elektronik dari Jepang dan Cina dijual dengan harga yang lebih murah dan disertai kualitas barang yang bagus, sehingga sebagai konsumen cerdas dan realistis, tentu pilihan kita jatuh pada barang itu. Hal ini merupakan pilihan yang wajar, karena pada dasarnya setiap manusia menginginkan yang terbaik untuk hidupnya.
Namun, ada beberapa hal yang perlu kita ingat. Untuk mewujudkan gerakan ‘100% Cinta Indonesia’ maka kita harus bersatu, agar dapat memberikan inovasi-inovasi yang jitu dan mampu memproduksi barang yang tak kalah kualitasnya dengan barang impor. Misalnya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan mutu barang yang dijual, pelatihan mengenai cara untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan menarik, dan berbagai pelatihan-pelatihan lainnya.
Sebagai pelajar Indonesia, hal paling sederhana yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan gerakan ‘100% Cinta Indonesia’ adalah dengan belajar mencermati kualitas dan merek. Kita hendaknya melihat kembali produk dalam negeri, karena masih banyak produk dalam negeri yang kualitasnya tak kalah hebat dari produk-produk lain. Dengan begitu, diharapkan kita menjadi konsumen cerdas dan realistis, yang berarti bahwa kita cinta produk buatan Indonesia.





1 komentar:

  1. teman2.... ini tulisan saya yang paling akhir. ini saya tulis ketika mengikuti lomba menulis konsumen cerdas tingkat nasional dan alhamdulilah saya dapat juara harapan 2.tapi maksud saya posting ini cuma mau menyebarluaskan gerakan 100%cinta Indonesia yang diadakan oleh kementrian perdagangan. saya mendengar ini beberapa pekan yang lalu ketika saya mengikuti Forum Pelajar Indonesia di Jakarta/ Tolong sampaikan pada yang lain karena kita(para PELAJAr) merupakan agent of change dalam perubahan Indonesia yang lebih baik.so///buat pelajar... jangan menyerah ya///n mari kita sama2 berteriak SATUKAN AKSI UNTUK NEGERI!!!

    BalasHapus